Muhammad Fahrudin Hidayat

Batang / Warga Epistoholik Indonesia

Sunday, August 22, 2004

Selamat datang di situs blog saya
sebagai warga Epistoholik Indonesia





Perkenalkan, nama saya Muhammad Fahruddin Hidayat, kelahiran Bantul, 16 Juli 1968. Berprofesi sebagai guru di Batang, memiliki hobi membaca dan menulis.

“Terus terang, saya memang senang menulis. Menulis apa saja dan yang paling saya sukai adalah menulis surat pembaca di media massa cetak. Saya mulai suka kegiatan menulis surat pembaca sejak tahun 2001. Namun sejak akhir 2002 sampai 2004, entah kenapa saya sendiri tak tahu, kesukaan saya menulis surat pembaca mulai ditumbuhi ilalang kemandulan. Alias tidak sesubur dan selancar tahun 2001”


INSPIRAS. Tapi semenjak membaca tulisan Bapak Bambang Haryanto di Cempaka dan Kompas perihal epistoholik, saya jadi terlecut kembali untuk memupuk ladang penulisan surat pembaca.

Adapun motivasi saya menulis surat pembaca untuk menyalurkan gagasan yang berkelebat di benak agar bisa dibaca oleh banyak orang. Itu saja. Pengalaman paling berkesan bagi saya jika ada surat dari saya mendapat tanggapan atau kritikan dari pembaca,

Saya dalam menulis surat pembaca ada kalanya dengan nama /ktp orang lain, yaitu meminjam nama/ktp Panjang Nursepiati (nama istri saya yang berasal dari Temanggung). Secara garis besar lebih banyak sukanya daripada dukanya saat berasyik masyuk dengan ber﷓surat pembaca﷓ria.


HIDUPLAH DARI MENULIS. Pada kesempatan yang indah ini saya juga ingin sedikit menanggapi surat bapak berjdul KETERAMPILAN MENULIS, PENTING ! di kolom Redaksi Yth Kompas Jawa Tengah, Sabtu 14 Agustus 2004 dan Cempaka perihal fenomena AFI serta bekal menulis dan bicara yang lebih utama dari menyanyi.

Terus terang saya sangat setuju bila bekal dalam meraih kesuksesan hidup yang paling baik adalah keterampilan menulis dan bicara lancar di muka umum. Disini saya hanya ingin menambahkan sedikit bahwa menulis itu sangat penting dan perlu karena besar sekali faedahnya bagi kita.

Psikolog Nancy Friedman dari Harvard University mengatakan, dari penelitiannya terhadap beberapa responden dalam jangka waktu panjang, terungkap bahwa menulis membuat energi dan emosi negatif keluar dan tekanan akan hilang. Tubuh responden yang dipantau memberikan sinyal relaksasi selama proses penulisan itu. Walhasil stres pun hilang akibat kegiatan menulis tersebut.

Psikolog dari UI, Dr,Sartono Mukadis, juga mengatakan bahwa menulis dapat membuang energi negatif dalam diri kita. Menulis itu semacam terapi pada diri sendiri, berupa kesengajaan untuk membuka diri dan membuang masalah. Menulis sama dengan curhat secara jujur dan terbuka.

Prof.Dr.Ir. Andi Hakim Nasution malah berujar dengan semangat : menulislah dan hiduplah dari menulis.

Namun yang jelas, menulis itu tingkat kesulitannya lebih tinggi dibandingkan bicara atau menyanyi. Seperti kata Pramoedya Ananta Toer bahwa untuk ngomong doang tidak butuh energi dan keterampilan yang dahsyat. Karena dari otak ke mulut itu dekat sekali jaraknya. Secara fisik jarak otak ke tangan memang lebih jauh daripada jarak otak ke mulut. Begitu jauhnya, Pram melukiskan "Ribuan kilometer jauhnya dalam ukuran kerja syaraf."

Jadi intinya saya sangat setuju bila menulis adalah bekal yang adi penting disamping bicara atau menyanyi. Bravo menulis, bravo episto!

Episto ergo sum !
Saya menulis surat pembaca karena saya ada !


Batang, 16 Agustus 2004




Muhammad Fahrudin Hidayat




-------------

DISKUSI CERPEN KOMUNITAS PENA, KABUPATEN BATANG
Kolom Surat-Surat Harian Wawasan (Semarang), 29/01/2003


Hari Ahad, 12 Januari 2OO3 yang lalu, Komunitas Pena (KP) Kabupaten Batang telah mengadakan diskusi cerita pendek (cerpen) di rumah Bapak Edy Haryanto di Gringsing, Batang. Sebagai icon penyemangat diundang cerpenis dari Semarang, Drs S Prasetyo Utomo.

Meski diskusi bersifat sederhana dan santai, namun diskusi cerpen yang diadakan KP Batang tersebut mampu mengkristalkan hikmah﷓hikmah dalam proses membuat cerpen. Apalagi Bung Prasetyo begitu piawai "mendongeng" seluk beluk pembuatan cerpen. Lengkap dengan segala peta dan legenda, yang menyejarahi Bung Prasetyo memproses diri dalam menciptakan cerpen yang bernas.

Dalam diskusi itu tanpa diduga, Bung Prasetyo juga membeberkan sebuah "rahasia” yang dahsyat, bahwa ternyata perjalanan karya sastra menuju media cetak (dimuat atau dibukukan) tidak lepas pada hal-hal yang selama ini sepertinya hanya ada dalam dongeng atau di luar konteks sastra itu sendiri. Suatu wilayah wingit, yang jelas-jelas bisa mengubah imej kita kepada sebuah sosok di dunia sastra atau sebuah perusahaan media massa cetak.


Keberanian Bung Prasetyo membeberkan "rahasi” 'berbingkai silang sengkarut di dalam dunia kepenulisan sastra/cerpen, puisi dan esai perlu mendapat acungan jempol. Meski setelah tahu rahasia itu, terasa menggetirkan.

Tapi ada sebutir hikmah yang mengandung pencerahan dari diskusi cerpen tersebut, bahwa sebagai cerpenis atau penyair (boleh tidak disebut puisitis atau sajakis?) atau pun penulis yang ingin eksis, supaya yang terlanjur jadi katak dalam tempurung (yang melulu berkiprah di media cetak Iokal, tanpa berani menggempur media cetak nasional), seyogyanya dengan keberanian baja untuk segera mengangkat tempurung tersebut atau tidak usah jadi katak sama sekali ? Syukur, kalau bisa mengubah katak menjadi burung yang terbang bebas.

Hikmah ini bukan berarti mengkristalkan bahwa berkiprah di media lokal terus diberi label anak bawang. Sama sekali tidak. Tapi intinya, dengan berkiprah di wilayah yang lebih luas akan mempertajam "pisau" tulisan untuk bisa menggores mata jiwa para pembaca yang lebih banyak.

Walhasil, dari diskusi cerpen KP Batang yang mengundang bintang tamu cerpenis Drs S Prasetyo Utomo dapat menyegarkan kembali pepohonan sastra di kebun KP Batang. Kepada Bung Prasetyo, saya mewakai sahabat﷓sahabat di Komunitas Pena Batang mengucapkan terima kasih atas kesediaannya hadir di acara tersebut

Semoga perdu kebajikan senantiasa subur merindang dalam diri Bung Prasetyo. Lain waktu, semoga bisa kita petik kembali bunga kebersamaan di taman diskusi yang lain. Salam dedikasi buat sang generator Komunitas Pena Batang, Bung Maghfur Saan dan Bung Sugito Hadisastro serta para heroikis, Waskhito AS, Sulistiyo Suparno, Kawe Samudra, Jirin dan pejuang﷓pejuang KP yang lain. Terima kasih

Juga kepada Harian Sore Wawasan, saya ucapkan terima kasih atas dimuatnya surat ini.


M. Fahrudin Hidayat
Anggota Komunitas Pena Batang
Jl. Raden Patah No. 2 Bawang
Batang 51274


Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 20/8/2004.


---------------------

HALAL BIHALAL
Kolom Surat-Surat Harian Wawasan (Semarang), 23/12/2002


Tatkala bulan Ramadan telah usai, segera kita memasuki bulanSyawaL Sebuah bulan suci terasa nikinat kita reguk setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa Ramadan dan amalan-amalan indah lainnya. Bersamaan dengan kita reguk bulan Syawal, maka akan terputar sebuah 'film' berjudu “Ketika Musim Halal bi Halal Tiba”.

Adegan saling memaafkan, sedang memasuki masa subur dan penuh gairah.. Sepertinya, meminta maaf mesti harus dilakukan hanya. di bulan Syawal. Ada nuansa indah dan syahdu saat betiabat tangan saling memaaflcan di bulan. Syawal, yang tidak bisa dirasakan di bulan lain.

Ktica halal bi halal sudah dikrarkan, maka segalanya sepertinya telah menjadi putih kembali, suci kembali dan bersih kembali. Kehidupan jadi cerah dan bercahaya.

Begitukah? Tunggu dulu. Sambil kita nikmati musirn halal bi halal yang indah ada bailmya kita simak sejenak sebuah kata bijak yang terangkum dalarn sebuah puisi, yang ditemukan oleh seorang pengembara kehidupan di bawah ini :


Halal satu sama lain

Jika aku pernah menyakiti hatimu dan belum meminta maaf kepadamu, sehingga engkau pun belum memaafkanku.

Jika aku pernah mencuri hakmu dan diam-diam masih kugenggam di tanganku, karena benghau tidak menyadari hakmu itu.

Jika aku pernah memakan nasi rangsummu dan menjadi darah dagingku, sehingga aku berutang perpanjangan nyawa darimu

Jika aku pernah menindasmu sehingga seiarahmu terjegal, dan aku pura﷓pura melupakan itu dalam sujud﷓sujud sembahyangku.

Jika aku pernah mengurungmu di dalam penjara untuk sesuatu yang engkau tak bersalah, sebingga engkau kehilanga sekian ribu matahari

Jika aku pernak mengghirup udara yaxg merupakan jatah Allah bagi eksistensimu, dan kubangun kemegakan hidupku dengan Iandasan deritamu.

Maka hidupku belum halal bagimu.
Maka perolehan hidupku adalah kehinaan diri yang haram disentuh oleh kasih sayang Allah Yang Maha Suci.


Demikianlah, semoga kehalalan sejati dalam hidup dapat kita raih bersama setelah kita berhalal bi hahal. Mohon maaf atas segala kesalahan, mohon ampun atas sekujur kekhilafan.

Selamat Idul Fitri 1423 H.


M. Fahrudin Hidayat
Jalan Raden Patah No. 2 Bawang
Batang 51274


Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 20/8/2004.
------------------

RAMADAN SEPANJANG ZAMAN
Kolom Surat-Surat Harian Wawasan (Semarang), 21/12/2002



Tiada terasa, bulan Ramadan begitu cepat melesat Hari-hari beniog embun begitu terasa bergegas bergulir. Jam﷓jam suci saIju terasa beranjak pergi dan berlalu. Menit﷓menit udara syahdu menguap begitu kilat menjadi sirna. Detik﷓detik jernihnya langit berlari memacu. Ya, indahnya bulan Ramadan begitu cepat usai.

Kolam ramadan yang selalu kita penuhi dengan air tarawih, dengan ikan tadarus, dengan perdu air puasa, dengan hiasan batu karang iktikaf, ternyata tidak terasa mesti meninggalkan kita.

Derai air mata tertumpah bagi insan beriman saat Ramadan mesti berpisah dengan nya. Betapa inginnya Ramadan selalu ada di sisinya. Ramadan sepanjang zaman. Seperti sepotong puisi buah karya sahabat dari Jombang, yang begitu mendambakan Ramadan melingkupi kehidupannya sepanjang waktu sepanjang zaman berikut ini:

Telah Fitrikah Kita


Telah fitrikah kita kalau puasa belum merohanikan kehidupan kita.
Telah fitrikah kita, kalau badan, harta, dan kuasa dunia masih menjadi muatan utama kalbu kita.
Telah Fitrikah Kita, kalau keberpihakan kita belum kepada orisinalitas diri dan keabadian
Telah Fitrikah Kita, kalau masih tumpah ruah cinta kita kepada segala yang tak terbawa ketika maut tiba
Telah fitrikah kita, kalau kepentingan dunia belum kita katamkan kalau untuk kehilangan Yang selalu Allah kita masih eman
Telah Fitrikah Kita ,kalau kafhi sayang dan ridha Anah masih belum kita temukan sebagai satu-satunya hakekat kebutuhan

Ya Allah, jangan biarkan. Ramadan meninggalkan jiwa kami
Ta Allah, jangan perkenankan tingkah kami menjauh kemuliaan berpuasa
Ya Allah,.halangilah kami dari nafsu melampiaskan, serta peliharalah kami dari disiplin untuk mengendalikan
Ya Allah, peliharalah Ramadan dalam kesadaran kami
Ramadan sepanjang zaman
Ramadan sejauh kehidupan
Ramadan sampai ufuk keabadian



Demikianlah puisi dari sahabat kita. Termasuk insan perindu Ramadankah kita ? Selamat Idul Fitri motion maaf lahir dan batin. Semoga perdu Ramadan senantiasa tumbuh subur merindang di kebun jiwa.


M. Fahrudin Hidayat
Jl. R.Patah No. 2 Bawang
Batang 51274


Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 20/8/2004.

---------------------


PENGEMBARA
Kolom Surat-Surat Harian Wawasan (Semarang), 2/12/2002


Seorang pengembara menghentikan lagkahnya barang sejenak di sebuah tanah lapang yang dipenuhi lautan manusia untuk salat Idul itri. Di pinggir tanah lapang itu, menjulang bangunan masjid yang maha megah.

Pengembara lalu menuju masjid untuk mengambil air suci yang melimpah di tempat wudhu. Ia lalu menyempurnakan wudlunya. Wajahnya tampak bercahaya. Sebelum mengambil tempat duduk, pengembara itu sempat merogoh kantong baju dan mengeluarkan secarik kertas putih salju. Ada sebait puisi, terpahat di kertas itu. Dengan setengah berbislk, pengembara membacanya pelan penuh kedamaian.


Idul Fitri

langit dilingkupi bening merah jambu
genangan embun setia tersimpan di pucuk perdu
burung-burung melesat menyongsong fajar ranum
serangga ceria menyapa nuansa sejuk penuh senyum
sebuah sketsa hari bahagia tergelar penuh makna
puncak kemenangan sejati bagi insan peneguh puasda
terangkum dalam sujud bersama di hamparan permadai alam
menggema asma Allah Yang Maha Akbar di hati bersemayam
adalah keindahan fitri yang meluap di sekujur bumi terhapusnya
kelam dosa yang penuh melumuti hati
musnahnya jelaga noda yang lama mengendap jiwa
lalu dirangkai ucapan saling memaafkan
bagio sgenap makhluk pengenyam imam
suburlah ketaqwaan
tumbuhlah kedamaian
menjulang ke awan
tak tertumbangkan
semoga


Pengembaran lalu memasukkan kembali secarik kertas itu ke dalam kantong. Dengan langkah mantap, ia bergabung denmgan lautan manusia yang bagai membentuk panggung teater kolosal yang mempertunjukkan lakon kekhusukan. Larut dalam tsunami ibadah yang penuh keagungan.

Idul Fitri yang indah. Lebih indah dari ribuan burung putih yang terbang menghiasi langit cerah.


M. Fahrudin Hidayat
Jl. R.Patah No. 2 Bawang
Batang 51274


Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 20/8/2004.

------------------------

TENTANG PUTAW
Kolom Surat-Surat Harian Wawasan (Semarang), 17/06/2002



Putaw, merupakan senyawa yang dihasilkan dari kristalisasi bahan﷓bahan kumia sintetis. Jadi bukan berasal dari getah pohon candu. Adapun yang dihasilkan dari getah pohon candu, adalab heroin.

Kandungan aktifnya adalah 20 persen Heroin Hydrichloride 20 persen Moxoacetyl Morphine, 35 persen Thebaine, 15 persen Papaverine, dan 10 persen Noscapine. Tetapi, putaw efek negatifnya lebih berbahaya, padahal harganya lebih murah.


Tidak ada pemakai yang bisa menghilangkan rasa ketergantungannya pada putaw, atau disebut sakaw, kecuali dengan mengonsumsi lebih banyak lagi. Begitu terus menerus, sampai pemakai tidak punya pilihan lain dan tubuhnya tidak mampu bertahan lagi terhadap dosis yang kian bertambah banyak. Risikonya jelas, kematian !


Adapun gejala pemakaian putaw secara berlebihan, yaitu : pupil mata mengecil atau melebar akibat kekurangan oksigen (anoksa), euphoria atau disphoria, apatis atau cuek, badan terasa lemas, malas bergerak dan mengantuk, jika berbicara cedal, konsentrasi mudah hilang, daya ingat melemah dan tidak bisa membedakan khayalan dengan kenyataan.

Sedangkan gejala putus zat adalah : keluar air mata meski tidak menangis, keringat berlebih, diare atau mencret, menguap terus-menerus, merinding, tekanan darah naik, jantung berdebar-debar, demam, badan panas dingin atau meriang, insomnia, otot tulang nyeri, sakit kepala, persendian ngilu, gelisah, mudah marah-marah, dan emosi pun mudah terpancing.

Risiko yang ditimbulkan : impotensi, gangguan haid, gangguan perut, terserang hepatitis/radang hati, kurus dan tertular HIV bagi pemakai suntikan.

Melihat dan mengetahui risiko yang mengerikan akibat pemakian putaw tersebut, maka jalan terbaik adalah menghindari jauh-jauh putaw.

Pokoknya jangan coba-coba. Tidak ada untungnya memakai putaw.
M. Fahrudin Hidayat
Jl. R.Patah No. 2 Bawang
Batang 51274


Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 20/8/2004.
----------------------



0 Comments:

Post a Comment

<< Home